| Mobile| RSS

Sistem Kesehatan Indonesia

Rabu, 07 Oktober 2009 | posted in | 0 comments


Jika sistem kesehatan di Indonesia diberi skor, pakar kesehatan sepakat memberi nilai 6. Sistem kesehatan nasional yang ada saat ini masih dianggap terlalu kaku, tidak transparan dan tidak punya komitmen. Seperti apa sistem kesehatan yang ideal untuk Indonesia?


"Konsep yang ideal dan realistik itu harus ada batasnya. Problemnya di Indonesia masih seputar duit dan komitmen. Sama seperti kalau nggak ada bencana, nggak ada yang ngingetin," ujar Prof. Dr. dr Hasbullah Thabrani, pakar kesehatan masyarakat dan mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI disela-sela acara seminar Sistem Kesehatan yang Ideal Bagi Indonesia yang digelar di Wisma GKBI, Jakarta, Selasa (6/10/2009).


Konsep dasarnya sederhana, yaitu semua yang butuh akses kesehatan bisa terpenuhi. Tapi sampai saat ini, Indonesia masih memprioritaskan keuntungan negara, bukan kesejahteraan rakyat. "Kalau dari skala 1-10, mungkin nilainya 6," ujar Hasbullah.


Berbeda dengan Indonesia, sistem kesehatan di negara lain jauh lebih baik. "Di Kuba dan Srilangka, dokter-dokternya mau digaji kecil karena sekolah dokternya gratis. Tapi kalau di Indonesia, mau jadi dokter aja mahalnya minta ampun, jadi setelah jadi dokter pasang tarif mahal," ujar Hasbullah.


Di Jerman, menurut Hasbullah, mau sekolah apapun gratis. Begitu pula dengan Malaysia dengan biaya rumah sakitnya yang gratis. "Srilangka sudah 63 tahun menerapkan seperti itu. Jerman 130 tahun dan Malaysia sudah 52 tahun. Sedangkan Indonesia, sudah 63 tahun tapi masih sedikit yang bisa dicapai untuk meningkatkan kesehatan rakyatnya," ujar Hasbullah.


Sebagai negara dengan sistem kesehatan yang paling baik, Indonesia sepertinya harus mencontoh negara-negara Eropa seperti Inggris dan Perancis.


"Inggris pakai sistem Global budget, rumah sakit diberi hak untuk mengelola uang termasuk gaji pegawai, tapi syaratnya pasien harus terlayani semua dan angka kematian dibatasi. Mestinya ada rumah sakit yang ditutup atau dokter ditutup kalau melakukan pelanggaran," jelas Hasbullah.


Hasbullah mengatakan bahwa sistem pemerintah sekarang sangat kaku dan harus ada perubahan mindset. "Kita tidak punya share value dan nilai-nilai kemanusiaan. "Harusnya orang miskin yang sakit dan tidak mampu juga ditolong sama halnya seperti orang yang kena gempa," tutur Hasbullah.


Menurut Hasbullah, yang harus diperbaiki adalah masalah pendanaan dan anggarannya. Tapi kalau dana dan anggaran sudah terkumpul, masalah lainnya masih muncul. "Apakah menjamin dana itu tidak dikorupsi?" ujarnya.


Sistem pendanaan sebaiknya dilakukan secara nasional. "Itu akan mempermudah masyarakat karena sifatnya yang portable. Jadi kalau orang Bandung sakit di Jakarta, tetap bisa pakai jaminan kesehatan di Jakarta," jelasnya.


Untuk membangun sistem kesehatan nasional harus ada yang diprioritaskan, dan prioritas pertama menurut Hasbullah adalah ibu dan anak. Mereka adalah investasi masa depan. Semua kebutuhannya harus bisa terjamin. Prioritas berikutnya adalah orang miskin, orang tua, sektor formal, baru sektor informal.


Persoalan paling parah di Indonesia, kita tidak tegas dalam menindaki pelanggar hukum. Peraturan dan kebijakan sudah cukup bagus, tapi implementasi masih jauh. "Banyak perbedaan di lapangan, bahkan antara dokter dan perawat pun sering bentrok," ujar Hasbullah.


Menurut Hasbullah, indikator negara yang memiliki sistem kesehatan baik tidak bisa dilihat dari angka kematiannya saja. "Kematian kan bukan disebabkan penyakit saja, tapi juga makanan, pendidikan dan ekonomi. Indikator yang sebenarnya yaitu angka kepuasan pasien rumah sakit tinggi, infeksi rendah dan pasien tercegah dari penyakit," katanya.


Asal tahu saja, saat ini Indeks Pengembangan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2009 berada di urutan ke-111 dari 182 negara. Peringkat tersebut turun dari tahun sebelumnya (2008) yang masih berada di peringkat 109. Memang benar ada peningkatan indeks IPM, tapi negara lain jauh lebih banyak mengalami kenaikan indeks tersebut.



"Jika kita lari 10 langkah per menit, negara lain lari lebih cepat. China 20 langkah, Malaysia 40 langkah. Kita selalu disalip, bahkan kalau China 'diam' saja, Indonesia tidak akan bisa mengejar China. Jadi masalahnya bukan soal penduduk yang banyak, tapi soal mindset. Toh China penduduknya lebih banyak tapi IPM-nya jauh di atas Indonesia," ujar Hasbullah.



Indikator tercapainya sistem kesehatan yang ideal, menurut Hasbullah yaitu rakyat harus terlindungi dari lingkungan yang tambah buruk, tarif rumah sakit yang bertambah mahal dan dan kualitas rumah sakit harus terkontrol.



"Harusnya setiap rumah sakit mengumumkan tarif dan penyakit yang berhasil diobati, jadi masyarakat bisa tahu kualitas rumah sakit itu. Intinya, sistem kesehatan yang ideal itu harus melindungi rakyat bukan hanya pejabat," pungkas Hasbullah.(detikHEALTH)

0 Responses So far

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails

Berita Terbaru

Komentar Terakhir

Popular Post

Masa

Blog Archive

Labels

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Twitter