| Mobile| RSS

Rahasia Khadafi Berkuasa Hingga 40 Tahun

Jumat, 11 September 2009 | posted in | 0 comments


Tripoli – Apa yang ada di benak Anda jika nama Libya disebut? Kemungkinan besar nama Moammar Khadafi yang terlintas. Tokoh ini telah berkuasa selama 40 tahun dan tampaknya tetap jadi satu-satunya pemimpin negara terlama yang masih memerintah. Apa rahasianya?
 
Awal September lalu menandai empat dekade kekuasaan Khadafi. Dia kini menjadi pemimpin negara dengan kekuasaan terlama. Walaupun sebelum mundur dari jabatannya pada 2008, Presiden Kuba Fidel Castro telah memerintah selama 49 tahun.
Di antara yang hadir di acara itu tampak Presiden Venezuela Hugo Chavez, tokoh yang selama ini juga dikenal bersikap konfrontatif terhadap Amerika. Dia menjadi tamu kehormatan Khadafi pada parade militer dua jam yang menandai enam hari perayaan di seluruh penjuru negeri padang pasir Afrika Utara itu.
Di luar itu, Amerika Serikat dan Inggris yang dulu menjadi musuh bebuyutannya, kini justru menjadi sekutunya. Walaupun dipersalahkan terlibat dalam sejumlah serangan teror, Barat toh akhirnya kembali berbisnis dengan Khadafi yang dikenal eksenstrik dan provokatif. Apa sebabnya?
Libya mengaku telah menghentikan dukungan bagi kelompok-kelompok revolusioner bersenjata dan berdamai dengan Washington. Mereka menghapus program membangun senjata nuklir dan memberikan kompensasi bagi pemboman dan serangan lain yang dipersalahkan Barat.
Kolonel Khadafi merebut kekuasaan Libya saat masih berusia 27 tahun. Dia mengkudeta Raja Idris dari tahtanya. Khadafi menjanjikan pada rakyat Libya sebuah sistem sosialisme Islam yang demokratis. Awalnya dia menjadi presiden di tanah padang gurun itu. Namun, sejak akhir 1970-an, dia secara resmi tidak memangku sebuah jabatan apa pun. 
Walaupun begitu, secara teknis, dia tetaplah seorang kepala pemerintahan dan menyebut dirinya sebagai 'pemimpin revolusi'. "Kami adalah pembela negara ketiga dalam perjuangan mulia menentang kebudayaan imperialisme yang telah bercokol di kepala kita," kata Khadafi dalam pidato di Konferensi Gerakan Non-Blok 1973 di Aljazair. 
Ucapan ini ternyata bukan sekadar kata-kata manis. Pada 1970-an, miliaran petrodolar hasil eksplorasi minyak mengucur deras ke kas negara Libya. Uang inilah yang digunakan Khadafi mendukung pejuang kemerdekaan banyak negara dunia ketiga. 
Bahkan, dia dituding menjadi penyandang dana sejumlah kegiatan yang disebut negara Barat sebagai terorisme dan separatisme. Di antaranya IRA di Irlandia, PLO di Palestina, atau ANC di Afrika Selatan, dan Sandinista di Nikaragua. 
Di era 1980-an, perseteruan antara Khadafi dengan AS di bawah kepemimpinan Ronald Reagan mencapai titik puncaknya. Bermula dari serangan bom terhadap diskotek La Belle di Berlin yang menewaskan dua tentara AS pada 1986. 
Reagan langsung menuding Khadafi sebagai pelakunya. Beberapa hari kemudian, pesawat tempur AS membombardir kota Tripoli dan Benghazi di Libya. Namun insiden itu tidak membuat nyali Khadafi ciut. 
Sejumlah serangan terhadap pesawat Barat ditengarai merupakan ulahnya. Seperti pesawat Pan AM dengan nomor penerbangan 103 ketika terbang di atas Lockerbie, Inggris pada 1988. Awalnya Khadafi tidak bersedia menyerahkan pelaku. Sehingga di tingkat internasional negara itu terisolasi dan ekonomi Libya mengalami kemerosotan.
Di akhir 1990-an terjadi sebuah perubahan total. Khadafi mengubah politik luar negerinya secara radikal dengan menyerahkan tersangka pelaku Lockerbie Abdelbaset Ali al-Megrahi dan membayar ganti rugi kepada keluarga korban teror. Bahkan, pada 2003 Khadafi membuka program atomnya, sehingga Barat menyambut baik sikapnya.
Namun, bukan Khadafi namanya jika tidak membuat kejutan. Bebeberapa waktu yang lalu, tiba-tiba saja Inggris membebaskan al-Megrahi yang menjadi terpidana seumur hidup atas kasus Lockerbie. Entah apa kompensasi yang diberikan Khadafi, sehingga alasan kemanusiaan menjadi dalih Inggris memberi pengampunan tak bersyarat itu.
Khadafi memang terlihat cukup berhasil menjalin hubungan baik kembali dengan dunia Barat. Semua sanksi sudah lama tersingkirkan. Bahkan, antrean pemimpin negara Barat di depan kemah yang selalu digunakannya menginap di belahan dunia mana pun masih tetap panjang. Dia bahkan kini memimpin Uni Afrika dan sangat senang disapa sebagai 'Raja Afrika'.
Dia bahkan bisa menunjukkan memiliki kemampuan politik lebih andal dibandingkan mantan penjajah negaranya, Italia. Dalam kunjungannya ke Italia, Juni lalu, dia segaja memajang foto pejuang kemerdekaan Libya Omar al-Mukhtar yang dihukum mati oleh Italia di kerah bajunya. 
Kepada PM Italia Silvio Berlusconi, dia tanpa sungkan mengajarinya soal politik. Dia mengatakan, jika menjadi penguasa Italia, dia akan menghapus semua partai politik agar rakyat yang berkuasa.
Hal-hal inilah yang tampaknya menjadi kekuatan Khadafi, sehingga dapat berkuasa hingga empat dekade. Di satu sisi dia mampu 'membeli' pemimpin Barat dengan kekayaannya, di sisi lain di depan rakyat Libya, Khadafi sama sekali tidak ingin tampil sebagai boneka Barat.(Inilah)

0 Responses So far

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails

Berita Terbaru

Komentar Terakhir

Popular Post

Masa

Blog Archive

Labels

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Twitter